Cinta Belum Menemukan Naungan yang Tepat



Berbicara mengenai tempat kita berlindung dan membenahi hidup saat ini, yah~ sebut saja ini sebagai sebuah 'benda' di mana 'ia' akan sangat ramah pada kita, ketika kita tepat bertemu dengannya dan ia memang telah diperuntukkan untuk menyatu dengan kita..
Namun, hal ini akan sulit ketika naungan yang kita anggap selama ini telah menjadi suatu bagian dari hidup kita yang telah kita denotasikan 'pas' untuk kita naunngi, untuk menjadi teman di saat-saat air mata harus berlinang tanpa ada rasa malu sedikitpun disaksikan olehnya dan seisinya. Bak mawar yang belum saatnya ditemukan oleh jemari pemiliknya.
Seperti ini pula jika kita menemui hati kita yang sedianya diisikan oleh ALLAH S.W.T., rasa 'Cinta' yang begitu kuat, begitu perasa, dan lemah di saat-saat itu dibutuhkan, dan.. Bisa saja seketika berubah menjadi hati dengan amarah nan membara ketika disulut api dusta yang tanpa disangka menggores kesucian yang telah disuguhkan bersama tiang 'kesetiaan'.
'Cinta' itu sedemikian rumitnya sehingga ketegasan sang badai pun sulit menerka apa keinginan yang tengah mengembara di dalam kedalaman yang sulit diterka..
'Aku' seorang anak manusia yang seringkali salah dan kadang nyaris mematahkan asa akan 'Dimana' 'Cinta' sejati yang marak dibahagiakan oleh para pembijak hati.. Mana? Aku mulai kehilangan asa untuk mencoba menemukan dimana 'ia' sebenarnya? Apakah ia - 'Cinta' yang "dikatakan" sejati - itu benar-benar ada? Ataukah telah lenyap setelah 'ada' di antara ribuan jiwa yang mungkin saat ini tengah mencari naungan mereka masing-masing.
Ketika segala sesuatu telah diukur menurut 'tampilan fisik', merahnya polesan wajah, dan keidealan guratan wajah yang tak lagi alami dengan sapuan butiran bedak merata menutupi keromantisan 'wajah' yang sebenar-benarnya akan indah pada apa yang sudah diadakan sejak awal.
Dan.. Ketika kilauan butiran berlian nan menyilaukan yang telah banyak 'membutakan' segalanya...
Rasa sakit yang teramat sakit kini menikam menambah lara yang semakin mendekap, menari di atas segala racun kesakitan yang ia tebarkan menodai keputihan dan kesucian hati yang begitu menaruh harapan dan 'menyimpan' sebagian besar kebahagiaannya untuk dibagikan bersama dengan kebahagiaan yang sekiranya datang mengunjunginya..
Namun, 'cinta' terasa amat sulit ketika berada di oase agan-angan yang hanya sekedar angan dan bayang bahagia semu yang terus saja menyelimuti. Penolakan akan harapan yang telah ditanamkan pada 'hati' yang sangat tak menunjukkan inginnya pada hati penuh kesucian yang disuguhkan padanya, itu terasa sungguh membunuh! Yah. Membunuh asa dan perasaan yang tengah berada dalam gelora akan pengharapan yang sekiranya 'kita' telah mengira bahwa 'cinta' kita telah menemukan 'Rumahnya'.. telah menemukan naungan yang tepat tuk berbagi rasa sakit yang kan ditempuh dengan penyatuan dua asa yang bersama berbahagia dan tegas akan kesulitan-kesulitan yang 'kan dihadapi bersama-sama. Tapi! Hati dan Cinta ini terasa tak ada artinya lagi ketika menemukan Cinta yang telah dianggap tepat, ternyata kita mengetahui.. Cinta itu sama sekali tak menginginkan kita! Yah~ kita terbuang! Keberadaan kita tak diinginkannya. Bahkan sebait kata 'maaf' atas penolakan kejam akan hati yang telah luluh lantak ini tak sedikitpun ditunjukkannya.. Sungguh menyedihkan membolehkan hati mengenal 'Dia' yang hatinya selama ini dan selamanya tak akan pernah menaruh peduli atas angan yang suci yang sebenarnya kita suguhkan padanya..
Dan.. setelah apa yang kusadari selama ini, bahwa apa pun takkan pernah merubah kenyataan ia tak pernah menginginkan adanya hatiku di hatinya..
Sekarang, dengan bijak aku merangkai kata yang tepat untuknya yang aku berharap ia menemukan rumah yang lebih suci di atas kecewanya hati ini dan pula ia kan bahagia.. Pergilah dengan segala keangkuhan dan kekejaman atas hati yang melolong merana ini, dan berharap naungan hati yang tak lebih suci dari ini dapat memberimu kebahagiaan walau dengan segala dusta yang kau miliki.. Pergilah, pergilah 'cinta' yang aku sadar, kau bukanlah naungan tuk merangkai kesedihan menjadi edelweiss indah, dan berharap pula ku menemukan 'rumah' ku.. rumah tuk hatiku yang kan menemaniku menikmati sinar mentari yang terus menebarkan senyum kebahagiaannya di setiap pagi yang penuh dengan kedamaian dan tanpa berkurang kebahgiaannya setengah pun..


~Ririn Arnita Sari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siklus yang Aneh Namun Manis

Kesakitan Yang Kini Meronta

Kuperkenalkan Kalbu Nan Suci Ini